Kamis, 02 Februari 2012

Ku Bentuk Akhlakku

1. Wacana Akhlaq Dalam Pandangan Islam
Salah satu topik bahasan dalam hukum Islam adalah wacana akhlaq. Istilah akhlaq
banyak digunakan dalam Alqur’an dan Hadits.
Firman Allah dalam surat Al-Qolam:
“Dan sesungguhnya kamu (wahai Muhammad) (diutus untuk) meninggikan akhlaq”.
Dalam Qur’an Surat An Nahl 90 Allah berfirman : ” Sesungguhnya Allah menyuruh
(kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan
Allah melarang dari berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Rosulullah saw. Bersabda dalam hadits Shohih :
” Sesungguhnya Allah Mencintai akhlaq yang mulia dan membenci akhlaq yang buruk”
(HR Al Hakim)
Pertama Menurut Ibnu Abbas dan Mujahid, “‘ala khuluqin adziim” adalah Diinul
adziim (agama yang paling mulia) dari agama-agama yang ada. Sebagaimana pula
diriwayatkan oleh ‘Aisyah dalam shohih Muslim, “…. Bahwa sesungguhnya Akhlaq
Rosul adalah Al-Qur’an”. Menurut Sayyidina ‘Ali ra, khuluqul adzim adalah adab
Al-qur’an (perilaku Alqur’an). Sedangkan menurut Al-Mawardiy, makna diatas
adalah makna dzohir, sedangkan secara substansi, makna Akhlaq adalah sesuatu
yang muncul dalam diri manusia sendiri, dari perilakunya sehingga dinamakan
Akhlaq. Sementara secara bahasa Akhlaq, adab, thabiat, assajiyyah (karakter),
atau Khiim (watak), bermakna sama. (Lihat tafsir Surat Al-Qolam, Imam Qurthubiy,
Tafsir Al-Qurthuby (ahkamu Alqur’an)
Kedua, Makna Akhlaq sebagaimana diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abu Dzar
bersabda Rosulullah saw.
” Bertaqwalah kepada Allah dimana saja kamu berada, dan iringilah kejelekan
dengan kebaikan, dan bergaullah (Khooliq An-nass) dengan akhlaq yang baik”.
” Tidak ada sesuatu yang lebih berat ditimbangan kaum muslimin di hari kiamat
kecuali akhlaq yang baik, dan Allah murka kepada kekejian dan kejelekan.”
Tidak ada orang yang sepadan dengan beliau berkaitan dengan budi pekerti. Imam
Qurthubiy, menyebutkan bahwa tidak ada dalam diri Rosulullah Saw, kecuali watak
yang baik dan menyenangkan. Berkata Junaid ” Akhlaq Rosul begitu mulia, karena
tidak ada cita-cita kecuali kepada Allah SWT”.
Juga sabdanya yang terkenal :
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia” (HR Ahmad)
Mengacu pada keterangan para shohabat yang termuat dalam Ahkam Al-Qur’an lil
Qurthubiy, maka dapat disimpulkan bahwa akhlaq merupakan topik pembahasan yang
ada dalam Al-qur’an dan sunnah, yaitu akhlaq adalah sebuah hukum yang mengatur
hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Karena pada prinsipnya apabila diteliti
lebih mendalam,maka dapat disimpulkan bahwa pembahasan akhlaq tidak pernah
terlepas sama sekali dengan pembahasan hukum syara’. Dengan demikian maka pokok
bahasan dalam Islam, secara umum hanya mengacu pada dua pembahasan saja, yakni
aqidah dan syari’ah. Sedangkan akhlaq masuk dalam bahasan syari’ah.
Pendapat ini memgacu pada dalil-dalil Al-Qur’an sebagai berikut :
” Sesungguhnya Orang yang beriman dan beramal sholeh, merekalah sebaik-baiknya
makhluk”. (Al-bayyinah : )
” Kemudian mereka akan diperosotkan oleh Allah ketempat paling hina, kecuali
orang-orang yang beriman dan beramal sholeh…” (At-tiin)
Istilah Iman menunjukkan pengertian tentang I’tiqod (keyakinan) atau aqidah,
sedangkan amal sholeh menunjukkan pengertian tentang hukum-hukum Islam
(syari’ah). Dengan demikian para ulama membagi atau mengklasifikasikan Islam
menjadi dua bentuk Yakni Aqidah dan Syari’at. Pendapat ini misalnya dikemukakan
oleh Mahmud Syalthuut. Atau pada sebagian ulama-ulama mesir , mereka juga
mengklasifikasikan menjadi dua hal itu.
Akhlaq sebagaimana juga hukum-hukum yang lain, merupakan kewajiban yang telah
oleh Allah SWT. Melanggar hukum akhlaq sebagaimana melanggar hukum-hukum yang
lain. Sementara orang memandang akhlaq terpisah sama sekali dengan pembahasan
hukum Islam sehingga terkesan bahwa pendapat-pendapat ang mereka kemukakan
menyatakan bahwa akhlaq merupakan sebuah tata nilai universal yang terpisah dari
pembahasan perintah dan larangan dari Allah SWT. Padahal apabila kita cermati
kembali dalam Al-Qur’an kita akan mendapat bahwa akhlaq merupakan sebagian kecil
dari perintah Allah SWT, yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri
(’alaqah al-insan bi-nafsihi). Wacana akhlaq sering dikaitkan dengan
perbuatan-perbuatan sebagai berikut semisal, jujur, tidak sombong, baik hati,
rendah hati, sabar, menghormati yang tua dan menyayangi yang muda, dan
sebagainya. Dengan demikian menunjukkan bahwa akhlaq merupakan bagian terkecil
dari hukum syara’ yang diatur dan diperintahkan oleh Allah SWT kepada kaum
muslimin.(keterangan lebih lanjut di bawah bahasan ini). Sehingga kita tidak
boleh mengatakan bahwa akhlaq merupakan semacam etika bergaul yang tidak
bersumber pada Al-qur’an dan Sunnah. Sebab dorongan amal setiap kaum muslimin
adalah semata-mata karena diperintahkan oleh Allah. Jadi Kesimpulannya bahwa
seseorang berakhlaq yang mulia (akhlaq al-karimah) bukan semata-mata didorong
oleh niat bahwa seseorang berakhlaq karena akhlaq itu bermanfaat, namun lebih
dari itu bahwa kaum muslimin diperintahkan berakhlaq mulia karena memang
berakhlaq mulia diperintahkan oleh Allah SWT.
Dan apabila kita amati lagi bahwa akhlaq terkadang berfungsi sebagai nilai yang
didapat pada saat orang melakukan perbuatan-perbuatan yang lain. Atau akhlaq
merupakan sebuah nilai yang harus ada pada saat orang melakukan sebuah
aktivitas. Sebagaimana bahwa jujur melekat pada aktivitas perdagangan, atau
tidak sombong melekat pada saat kita melakukan aktivitas berpakaian. Namun
sekali lagi bahwa dorongan berakhlaq dalm persoalan-persoalan ditas dorongannya
adalah perintah Allah.
Dengan demikian pembahasan akhlaq haruslah ditarik dalam pesoalan hukum syara’
dan nilai sebuah pebuatan yang ingin diraih seseorang dalam amal. Sehingga
seseorang tidak dikatakan berakhlaqul kharimah apabila mereka tidak taat pada
Allah dan RasulNya, dan sebaliknya.
2. Akhlaq dan perubahan menuju masyarakat Islam
Ada sementara sinyalemen/pendapat yang dikemukakan oleh beberapa orang bahwa
akhlaq merupakan faktor terpenting yang menentukan pembentukan masyarakat Islam.
Terbentuknya perubahan masyarakat menuju masyarakat islam sangat ditentukan oleh
faktor ini – kalau akhlaq kaum muslimin secara merata menunjukkan akhlaq yang
mulia maka masyarakat Islam akan dengan sendirinya terbentuk begitu sebaliknya
kalau akhlaq kaum muslimin tidak mulia mustahil erbentuk masyarakat Islam.
Untuk menjawab hal ini terlebih dahulu diketahui bahwa hukum Islam itu terkait
dengan tiga komponen :
a. Hubungan manusia dengan Tuhannya (mencakup aqidah dan ibadah)
b. Hubungan manusia dengan yang lain (mencakup muamalah dan ‘uqubat)
c. Hubungan manusia dengan dirinya (mencakup makanan , pakaian dan akhlaq)
Dari klasifikasi ini sudah jelas bahwa akhlaq adalah bagian terkecil yang
merupakan sub komponen saja, sehingga bila dikaitkan dengan perubahan masyarakat
dengan akhlaq adalah kasalahan total, sebab dengan mengambil akhlaq sebagai
perubah masyarakat berarti telah mendeklarasikan untuk mengambil hukum Islam
secara partial atau sebagian tidak kaffah, dan inipun sudah merupakan kesalahan.
Walhasil akhlaq adalah subkomponen menuju kesatuan hukum Islam secara kaffah.
Sebelum melakukan perubahan masyarakat (dakwah) maka kita harus mampu
mengidentifikasikan komponen apa yang menyusun sebuah masyarakat. Tanpa
mengetahui komponen penyusun sebuah masyarakat maka mustahil seseorang akan
mampu mengadakan peribahan dalam masyarakat itu sendiri sesuai yang dikehendaki.
Sedangkan kalau kita amati lebih mendetail lagi maka masyarakat tersusun atas
empat hal yang terpenting, yakni:
a. Fikrah (pemikiran)
b. Masya’ir (perasaan)
c. Andzimah (peraturan)
d. Afrad (Individu)
Mengapa harus empat komponen itu ? Pertama Individu. Individu-individu yang
berkumpul tidak mesti membentuk masyarakat. Sebagai contoh individu-individu
yang ada dalam bis, kapal dll. Karena individu-individu tersebut tidak
berinteraksi dengan langgeng atau terus menerus. Interaksi ini akan kita capai
kalua ada satu kemashlahatan (kepentingan) yang sama. Sedangkan kemashlahatan
(kepentingan yang sama) tidak akan mungkin tercapai kalau tidak ada pemikiran
sama tentang kepentingan tersebut, dan tidak didukung oleh keridhoan dan
kesenangan yang sama terhadap kepentingan yang sama pula. Maka disin, kita
temukan komponen-komponen penting penyusun masyarakat yakni Kesatuan Pemikiran
dan Perasaan. Untuk menjaga dan mengatur hubungan atau interaksi tadi itu maka
diperlukan adanya peraturan (adzimah). Tanpa adanya aturan maka interaksi ini
juga akan terjadi kekacauan. Dengan demikian usaha untuk merubah masyarakat
tidak cukup dengan mengandalkan akhlaq, namun lebih dari itu bahwa apabila
hendak merubah masyarakar maka hendaknya kita mampu merubah pemikiran, perasaan,
dan peraturan yang diterapkan dalam sisitem tersebut. Dengan demikian perubahan
yang kita raih adalah perubahan yang mendasar dan perubahan yang universal dan
kaffah. Dan disini membuktikan kembali bahwa akhlaq adalah sebuah niali dari
perbuatan dan sub terkecil dari hukum Syara’.
Sehingga berdakwah hanya mengurusi persoalan akhlaq sangatlah berbahaya bagi
kaum muslimin dan pengaemban dakwah. Karena hanya dengan membatasi pada
persoalan akhlaq maka arah dakwah menyelewengkan pada dakwah kepada
individu-individu bukan dakwah untuk mengibah masyarakat yang terdiri dari empat
komponen tadi itu. Karena perubahan disini haruslah perubahan yang serentak
tidak parsial namun universal. Sebagaimana kita berdakwah hanya membatasi kepada
persoalan sholat, dan ibadah saja. Bukankah hukum Islamadalah universal mengatur
seluruh kepentingan hidup manusia, tidak hanya mengatur persoalan zakat, puasa
dan akhlaq saja ?
3. Bias Akhlaq yang perlu direkonstruksi
Masih ada yang mengira bahwa akhlaq adalah berkaitan dengan sifat atau karakter
orang yang lunak dan temperamental yang sentimentil, akhhirnya bila orang
bertemperamental keras secara otomatis akan digelari tidak mempunyai akhlaq yang
baik, akhirnya apabila ada orang yang bertemperaman sentimentil dan menasehati
orang itu, tentu pembicaraannya akan lebih diterima tanpa fikir panjang dari
pada orang yang bertemperamen keras, walau difikir secara mendalam ide orang
yang terakhir ini lebih baik dan kuat. Inilah kekeliruan dalam memandang akhlaq.
Persoalan lain tentang akhlaq adalah , ada sebagian orang yang mengatakan bila
orang berakhlaq baik, walau dia beragama non Islam adalah pebuatannya juga
merupakan kebaikan yang juga akan diganjar oleh Allah. Pandangan seperti ini
adlah kekeliruan, sebab Allah dengan pasti telah berfirman:
Dalam QS. 3:91 dan QS 14:18, dengan ayat ini kita akan sederhana dapat
menyimpulkan bahwa semua amal dan emas sebesar bumi saja tidak akan menghapuskan
dosa orang kafir, lalu seberapakah nilai akhlaq dengan semua amal dan emas tadi.
Persoalan lain lagi, ada sebagian orang muslim yang mengatakan saya lebih senang
pada perempuan yang tidak berjilbab tapi berakhlaq mulia (semisal jujur)
daripada seorang perempuan yang berjilbab tapi berakhlaq jelek (semisal
berdusta). Fikiran semacam ini sudah teracuni dengan konsep filsafat barat yang
memandang bahwa akhlaq adalah segala-galanya (contoh kongkretnya adalah sebagai
mana dikatakan oleh dua orang yang berfikiran kurang mendalam yaitu Al-hudavl
dan Imanuel Kant mengatakan untuk mengetahui perbuatan baik tidak perlu
menggunakan wahyu, tapi cukup dengan akal kritis dan akal praktis. Diteliti dari
perkataan dua orang ini yang dimaksud perbuatan baik adalah moral atau akhlaq
itu sendiri) Padahal dalam Islam yang namanya perbuatan baik itu banyak bahkan
mungkin bisa tidak masuk akal, bisa saja membunuh itu baik yaitu pada saat
perang melawan orang kafir. Tentu dan pasti orang muslim yang mengatakan itu
tidak tahu posisi akhlaq yang universal dan gak bernilai dihadapan Allah jika
tidak didasari aqidah Islam. Selain itu orang itu tidak faham ada hukum lain
dari Allah selain akhlaq. Jadi secara logika sederhana pernyataan atau preposisi
orang muslim tadi bisa terjawab, wanita yang suka berbohong adalah sudah satu
dosa, dan wanita yang tidak berjilbab adalah dosa juga. Mana yang Baik ? tentu
yang berjilbab dan jujur. Sebenarnya masih banyak lagi tentang permasalahan
akhlaq ini yang timbul di masyarakat (lha ini juga tugas mentor juga yang
seharusnya dia itu tahu prkembangan ide-ide dan persepsi-persepsi yang muncul di
Masyarakat).
Dari sekian banyak uaraian ini dapat dibuktikan dan disimpulkan bahwasannya
Akhlaq itu bukan sekedar sifat moral tapi juga termasuk sebagian kecil hukum
Islam yang pasti syara’ menjelaskannya juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar